Bandar Lampung -- publiklampung.com -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melakukan penertiban aset dengan membongkar puluhan rumah yang berada di Kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandarlampung.
"Kurang lebih ada sekitar 43 rumah yang kami lakukan penertiban. Rumah tersebut berada di Desa Sabah Balau, Lampung Selatan, yang berbatasan dengan Kelurahan Sukarame Baru, Kota Bandarlampung," kata Kuasa Hukum Pemprov Lampung, Bey Sujarwo, di Bandarlampung, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa sebelum melakukan penertiban, pemerintah telah melakukan pendekatan persuasif kepada penghuni rumah dengan mendirikan posko terpadu.
"Kami mendirikan posko terlebih dahulu untuk menerima pengaduan atau keluhan penghuni rumah. Kemudian ada sekitar enam sampai tujuh rumah yang secara sukarela mereka meninggalkan rumahnya," katanya.
Bey Sujarwo menambahkan bahwa pemerintah telah melakukan mitigasi dan analisis sebelum tindakan penertiban dilakukan. Ia juga menegaskan bahwa para penghuni rumah di dua lokasi tersebut tidak memiliki legal standing atas tanah yang mereka tempati.
"Di lokasi yang kami tertibkan ini, penghuni rumah tidak mempunyai legal standing. Bahkan gugatan yang dilakukan oleh mereka ke pengadilan pun ditolak, sehingga tidak ada alasan apa pun mereka tetap bertahan di situ," ujar Bey Sujarwo.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, mengatakan bahwa penertiban di Lampung Selatan dan Kota Bandarlampung merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengamankan aset daerah.
"Sebagai pengelola negara, kami diawasi oleh MCP KPK untuk memastikan aset Pemprov Lampung itu dikuasai, dan saat ini sertifikat di lahan yang ditertibkan tersebut kami memilikinya," kata Marindo Kurniawan.
Ia menjelaskan bahwa luas lahan pemerintah di Sabah Balau dan Sukarame mencapai 65 hektare, sementara yang diduduki oleh warga berkisar enam hingga tujuh hektare.
"Lokasi yang diduduki oleh masyarakat inilah yang kami tertibkan. Tetapi dalam prosesnya, kami juga tetap mendahulukan mitigasi dan analisa serta harus dilakukan dengan cara yang humanis," katanya.
Di sisi lain, salah seorang warga bernama Jamal menyayangkan langkah pemerintah dalam merobohkan rumah-rumah di wilayah tersebut.
"Kami di sini sekitar 56 orang masih bertahan karena tidak mau mengosongkan rumah. Tidak ada dasar hukum yang jelas untuk dilakukan penggusuran lahan di sini," ujarnya.
Namun begitu, Jamal mengakui bahwa sebelumnya, pada tahun 2020, Pemprov Lampung telah memberikan pemberitahuan kepada warga mengenai rencana penggusuran lahan.
"Pemberitahuan itu memang ada, tapi tidak ada tandatangannya. Jadi apa dasarnya?" katanya.
Jamal juga menjelaskan bahwa lahan yang mereka tempati awalnya diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya untuk digarap sejak tahun 1985.
"Lalu tiba-tiba pada tahun 1997, keluar surat dari Pemprov Lampung yang mengakui lahan ini miliknya. Namun, seiring berjalannya waktu, status tanah itu dikembalikan kepada warga yang menempati wilayah tersebut," kata Jamal.
Editor : Anisa Bela
Reporter : Helmi Ragil
Released © publiklampung.com
0 comments:
Post a Comment