Bandar Lampung -- publiklampung.com -- Kemarin, Minggu 2 Februari 2025, saya menghadiri sebuah acara penting dalam masyarakat adat Lampung, pengukuhan pemberian dan pecanangan gelar adat “Pangeran Sejati Dalom Mangku Praja” kepada Bapak Dr. Drs. Samsudin, SH, MH, MPd (Penjabat Gubernur Lampung) dan “Pangiran Permaisuri Batin Mulya Kencana” kepada ibu Maidawati Retnoningsih oleh Majelis Penyimbangan Adat Lampung (MPAL) yang berlangsung di gedung Mahan Agung, Jl. Dr. Susilo, Pahoman. Adapun Adok dari Buway Nuat , marga Balau tiyuh Kedaton: adalah PANGERAN SEJATI dan Adok dari Kebandaran Marga Balak, Teluk Betung adalah DALOM MANGKU PRAJA. Acara ini disepkari oleh perwatun MPAL untuk disatukan sebagai lambang persatuan.
Acara yang sangat meriah tersebut tidak hanya dihadiri oleh tokoh-tokoh Lampung/Indonesia, tetapi juga beberapa Duta Besar negara sahabat.
Pemberian gelar adat tersebut telah dilakukan di kediaman tokoh Lampung, Sjachroedin ZP, di Jalan Kaca Piring, Bandar Lampung Minggu lalu (26/1/2025).
Dalam kesempatan itu, Bapak Samsudin juga diangkat saudara (Angkon Muaghi) oleh Ketua Umum MPAL Rycko Menoza SZP, MBA (Sutan Ratu Kacamarga) dan menjadi keluarga besar Marga Buai Nuwat, Tiyuh Kedatun. Rycko Menoza telah lama dikenal sebagai figur yang konsisten memperjuangkan pelestarian adat dan budaya Lampung.
Pemberian dan pencanangan gelar adat ini didasari dedikasi Bapak Dr. Samsudin yang telah memberikan perhatian yang luar biasa terhadap kemajuan pembangunan Provinsi Lampung khususnya bagi masyarakat adat meski menjabat kurang dari satu tahun.
Dijelaskan oleh Ir. Anshori Djausal, MT, gelar Sutan Guru Sapahit Lidah yang juga Dewan Pakar MPAL, bahwa dengan gelar/adok ini maka Dr. Samsudin sah menjadi keluarga besar Sutan Kaca Marga dari Kedatun, Marga Buai Nuwat. Ditambahkannya bahwa Mewaghei adat harus diketahui oleh kerabat maupun masyarakat sebagai warga adat persekutuan, yaitu dengan dilakukan upacara adat dengan disaksikan oleh majelis perwakilan. Mewaghei pada hakekatnya melalui beberapa tahapan dengan didukung niat yang luhur guna penegasan status/posisi mereka dalam suatu tatanan masyarakat adat tertentu. Selanjutnya dalam tata krama dan bersikap santun dilakukan dengan menyebut nama panggilan/gelar (tutogh) seseorang. Saling hormat menghormati berdasarkan tutogh/gelar merupakan tuntunan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat adat Lampung.
Me-waghei (seangkonan) adalah seangkatan saudara yang merupakan salah satu cara hidup ulun Lanpung. Sutan Sang Bimo Jagat, salah satu tokoh adat Lampung, menyampaikan bahwa dahulu pendududk Lampung masih sedikit, angkat saudara menjadi kerabat biasanya diilakukan kepada orang-orang baik sepertinguru ngaji, guru silat, pertemanan yang sangat lama atau penghormatan atau pengahargaan karena jasa kebaikan. Mewaghei dapat juga karena alasan telah selesai
dengan baiknya suatu peristiwa yang kurang baik misal pertikaian dimana seseorang/beberapa orang terbunuh kecelakaan; Terakhir mewaghei juga dapat terjadi karena hubungan perkawinan keluarga Lampung dengan masyarakat luar Lampung.
Dr. Zainudin gelar Sutan Ratu Yang Tuan menambahkan bahwa Masyarakat adat Lampung termasuk kelompok masyarakat yang dinamis dengan tetap mengacu pada norma kesusilaan dan sosial berdasarkan prinsip keserasian dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Mengacu pada prinsip ini maka masyarakat adat Lampung selalu terbuka berhubungan dengan sesama warga baik warga Lampung maupun bukan (nemui nyimah).
Dalam momen pemberian gelar adat ini, Samsudin juga mengharapkan pemerintah dan MPAL dapat saling bersinergi untuk terus melestarikan adat dan budaya Lampung sehingga mendukung juga sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Terus berbuat BAIK untuk Lampung yang lebih BAIK.
oleh: Prof. Admi Syarif, PhD
Dosen Unila dan Dewan Pakar Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL)
0 comments:
Post a Comment