Bandar Lampung -- publiklampung.com -- Dunia penerbangan kembali dirundung duka. Pada Minggu pagi, pesawat Jeju Air 7C 2216 yang mengangkut 181 orang mengalami kecelakaan tragis di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan. Pesawat itu gagal mendarat, keluar dari landasan pacu, dan menabrak tembok pembatas. Insiden ini mengakibatkan 179 korban jiwa, sementara dua orang yang selamat, keduanya merupakan awak kabin, ditemukan di bagian belakang pesawat dengan luka serius.
Pesawat jenis Boeing 737-800 tersebut baru saja kembali dari Bangkok, Thailand, ketika tragedi ini terjadi. Hingga kini, otoritas terkait masih menyelidiki penyebab pasti insiden ini. Menurut laporan, kecelakaan terjadi sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Sebelum mendarat, pilot sempat diperingatkan oleh menara kontrol akan potensi serangan burung. Saat mencoba pendaratan pertama, pilot mengeluarkan peringatan darurat "mayday." Dalam rekaman video yang beredar, pesawat terlihat mencoba mendarat kembali dengan posisi miring dan tanpa roda pendaratan yang aktif. Pesawat meluncur di landasan pacu dengan kecepatan tinggi, hingga akhirnya keluar jalur, menabrak dinding pembatas, dan terbakar hebat. "Kami mendengar ledakan keras diikuti serangkaian ledakan lainnya," ungkap seorang saksi yang dikutip Yonhap.
Saksi lain yang berada di dekat lokasi kejadian mengaku melihat kawanan burung bertabrakan dengan pesawat dan tersedot ke dalam mesin, menyebabkan kebakaran di sisi kanan pesawat. "Saat pesawat itu mendarat di landasan pacu, kawanan burung terbang dari arah berlawanan dan bertabrakan dengan pesawat. Saya mendengar dua atau tiga ledakan sebelum terlihat api dari mesin sebelah kanan," jelas seorang saksi bernama Jung. Saksi lainnya, Kim Yeong-cheol, mengatakan pesawat sempat berputar-putar sebelum akhirnya jatuh. "Saya mendengar suara seperti goresan logam sekitar lima menit sebelum kecelakaan," tambahnya. Sementara itu, Yoo Jae-yong, saksi ketiga, melihat percikan api dari sisi kanan pesawat sebelum mendarat.
Serangan burung diduga menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan ini, meskipun cuaca buruk juga turut diperhitungkan. Analis sempat menyebut panjang landasan pacu di Bandara Internasional Muan sebagai faktor pendukung, tetapi otoritas bandara membantah klaim ini. "Landasan pacu di sini memiliki panjang 2.800 meter, dan pesawat berukuran serupa telah beroperasi tanpa kendala sebelumnya," kata seorang pejabat.
Kemungkinan serangan burung terhadap pesawat bukanlah hal yang jarang terjadi. Data menunjukkan bahwa tabrakan burung dengan pesawat merupakan kejadian umum, meski jarang menyebabkan insiden fatal. Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), burung yang tersedot ke dalam mesin jet dapat membahayakan penerbangan, seperti yang terjadi dalam insiden Airbus A320 US Airways pada 2009, yang dikenal sebagai "Keajaiban di Sungai Hudson."
Spekulasi lain mengenai faktor kecelakaan juga sempat muncul, termasuk dugaan perawatan pesawat dan kelalaian pilot. Namun, pihak Jeju Air menegaskan bahwa pesawat dalam kondisi layak terbang, dan pilot yang mengendalikan penerbangan ini memiliki lebih dari 6.800 jam pengalaman terbang sejak 2019. Geoffrey Thomas, seorang pakar penerbangan, menyebut bahwa Korea Selatan dan maskapai penerbangannya dikenal memiliki catatan keselamatan yang sangat baik.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri RI memastikan bahwa tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam tragedi ini. "Saat ini KBRI Seoul sedang berkoordinasi dengan otoritas setempat. Berdasarkan informasi yang diperoleh, tidak terdapat penumpang WNI dalam pesawat tersebut," ujar Judha Nugraha, Direktur Pelindungan WNI Kemenlu RI.
Tragedi ini menjadi pengingat pahit akan risiko dalam penerbangan. Hasil investigasi diharapkan dapat mengungkap penyebab pasti kecelakaan dan menjadi pelajaran untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
0 comments:
Post a Comment