Jakarta -- publiklampung.com -- Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Andre Rosiade, menanggapi isu kenaikan tarif PPN menjadi 12% dengan menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan inisiatif dari PDIP. Menurut Andre, PDIP tidak seharusnya menyalahkan Pemerintahan Prabowo terkait kenaikan PPN, karena dasar hukum kebijakan itu adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang merupakan inisiatif mereka pada tahun 2021.
"Sekarang seakan-akan PDIP lempar batu sembunyi tangan atas kenaikan PPN 12%, lalu menyerang Pemerintahan Prabowo, padahal tahun 2021 lalu ini adalah inisiatif mereka. Jadi kenaikan PPN 12% ini inisiatif mereka, sekarang PDIP jangan lempar batu sembunyi tangan," kata Andre pada Senin (22/12/2024) malam.
Andre menyebutkan, Pemerintahan Prabowo tidak dapat langsung memotong tarif PPN karena APBN 2025 sudah disepakati oleh pemerintah dan DPR periode sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa Pemerintahan Prabowo berupaya meringankan beban masyarakat dengan menerapkan PPN 12% hanya pada barang mewah, sedangkan kebutuhan pokok tetap dikenakan PPN 11%.
"Kalau masyarakat ingin tahu kenapa PPN naik, tanya Dolfie PDIP. Siapa Dolfie? Dia adalah Ketua Panitia Kerja Undang-Undang HPP tahun 2021 lalu, yang menjadi dasar kenaikan PPN 12%. Dia, dan PDIP, adalah motornya kenaikan PPN 12%. Jadi sekali lagi saya katakan PDIP jangan lempar batu sembunyi tangan," ujar Andre yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Gerindra MPR RI.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, menjelaskan bahwa UU HPP merupakan inisiatif Pemerintahan Joko Widodo dan disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021. Menurutnya, seluruh fraksi di DPR, kecuali PKS, menyetujui pembahasan RUU HPP yang kemudian disahkan menjadi undang-undang pada 7 Oktober 2021.
"UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021. Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP," kata Dolfie.
Dolfie menjelaskan bahwa UU HPP bersifat omnibus law, mengatur berbagai perubahan termasuk tarif PPN dalam rentang 5% hingga 15%. Tarif PPN 12% mulai berlaku pada 2025 sesuai amanat UU. Namun, pemerintah dapat mengubah tarif tersebut, baik menaikkan maupun menurunkannya, dengan persetujuan DPR, bergantung pada kondisi ekonomi nasional.
"Sebagaimana amanat UU HPP, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12% (sebelumnya adalah 11%). Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5% sampai dengan 15% (bisa menurunkan maupun menaikkan); Sesuai UU HPP, Pasal 7 ayat (3), Pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan persetujuan DPR," ujarnya.
Dolfie menambahkan bahwa jika Pemerintahan Prabowo tetap menaikkan tarif PPN menjadi 12%, kebijakan tersebut harus disertai dengan langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi masyarakat. "Apabila Pemerintahan Presiden Prabowo tetap menggunakan tarif PPN 12%, maka hal-hal yang harus menjadi perhatian adalah kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat meningkat, pelayanan publik yang semakin baik," kata Dolfie.
0 comments:
Post a Comment