Bandar Lampung -- publiklampung.com -- Menteri dalam kabinet sering kali membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan. Salah satu isu yang kerap muncul adalah kelanjutan kebijakan pendidikan yang telah berjalan, seperti kurikulum merdeka.
Kurikulum ini diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Nadiem Makarim, dengan tujuan memberikan fleksibilitas dan otonomi lebih kepada lembaga pendidikan. Namun, dengan pergantian menteri, muncul pertanyaan: apakah kurikulum merdeka akan tetap dilanjutkan atau justru dirombak?
Jika terjadi perubahan kebijakan, termasuk didalamnya perubahan kurikulum, maka hal ini dapat berdampak pada kelanjutan kurikulum merdeka yang telah diterapkan di berbagai sekolah.
Pergantian menteri yang diiringi dengan pergantian kurikulum dapat mempengaruhi psikologis siswa dan guru. Perubahan kurikulum yang terlalu sering dapat menyebabkan disorientasi dan ketidakjelasan arah bagi siswa, serta hambatan dalam harmonisasi dengan perguruan tinggi. Hal ini juga dapat mempengaruhi penyesuaian buku teks, pelatihan guru, dan administrasi pembelajaran.
Sebenarnya kurikulum merdeka memiliki landasan teori yang kuat, termasuk landasan psikopedagogis, filosofis, sosiologis, historis, dan yuridis. Landasan psikopedagogis, misalnya, menggabungkan teori psikologi perkembangan dan pedagogi untuk memastikan bahwa pengalaman belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas peserta didik. Teori ini mencakup teori perkembangan, teori pembelajaran, teori kompetensi emosional, dan teori motivasi.
Landasan filosofis kurikulum merdeka berakar pada pemikiran tokoh besar pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hadjar Dewantara. Kebebasan belajar bertujuan untuk membentuk karakter, manusia baru, dan masyarakat baru yang berjiwa mandiri dan berkarakter.
Kebebasan belajar menurut Ki Hadjar Dewantara bertujuan untuk menyehatkan jiwa dan raga peserta didik dengan budaya agar peserta didik dapat mengatasi permasalahan dengan kemampuannya sendiri sesuai kodratnya. Filosofi ini menekankan pentingnya pendidikan dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berlangsung dengan refleksi.
Salah satu ciri khas dari kurikulum merdeka adalah dalam memberikan fleksibilitas dan otonomi lebih kepada lembaga pendidikan. Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya sosialisasi dan pelatihan bagi guru, serta terbatasnya sumber daya.
Menteri Pendidikan dasar dan menengah yang baru, Abdul Mu'ti sendiri menyatakan akan menghimpun masukan dari beberapa pihak terkait kebijakan pendidikan yang sudah berjalan saat ini. Ia mengaku tidak akan tergesa-gesa mengeluarkan kebijakan
Kurikulum merdeka pada dasarnya baik untuk dilanjutkan, namun perlu ada catatan untuk pembenahan dalam penerapannya. Salah satunya adalah pentingnya pelatihan implementasi kurikulum merdeka bagi guru secara adil dan merata, serta menghindari beban administrasi yang berlebihan.
Contohnya adalah tidak menjadikan Platform Merdeka Mengajar (PMM) sebagai solusi tunggal pelatihan guru. Menurut survei yang dilakukan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) terhadap guru di 26 daerah provinsi pada Desember 2023, sebanyak 83,4 persen guru merasa PMM membebani administrasi digital. Hanya 16,6 persen guru yang mengakui PMM mengurangi beban administrasi.
Padahal implementasi kurikulum merdeka seharusnya meringankan beban administrasi guru. PMM ini semestinya sekadar sarana mempermudah guru belajar, memperluas jejaring, dan wadah berbagi praktik inspiratif pembelajaran, bukan menjadi tujuan.
Selain itu, catatan dalam perjalanan kurikulum merdeka adalah perlunya integrasi antara kemajuan teknologi dan pendidikan yang beradab untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam bersikap. Teknologi dalam pendidikan harus digunakan sebagai alat untuk mendukung pengembangan moral dan karakter, bukan sebagai tujuan akhir. Karena esensi pendidikan adalah menciptakan generasi yang mampu bersaing di era digital, tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai moral dan kebijaksanaan.
Di dalam kurikulum merdeka, hal itu diwujudkan dalam karakter ideal yanga dicita-citakan kepada siswa. Yaitu profil pelajar pancasila, yang terdiri dari beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berkebhinnekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Tujuannya adalah mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Implementasi kurikulum merdeka memerlukan waktu dan sumber daya yang lebih besar daripada metode pembelajaran tradisional. Karena siswa diberi kebebasan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri. Guru harus mengeluarkan waktu ekstra untuk membantu siswa yang membutuhkan bimbingan tambahan. Selain itu, program ini juga memerlukan sumber daya seperti buku teks dan peralatan yang lebih banyak.
Sebenarnya kurikulum merdeka adalah langkah berani dalam reformasi pendidikan di Indonesia. Namun, keberhasilannya tidak bisa diraih dalam waktu singkat. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengatasi tantangan yang ada dan terus melakukan perbaikan. Kita perlu terus melakukan refleksi dan evaluasi untuk memastikan bahwa kurikulum merdeka benar-benar membawa manfaat bagi seluruh siswa Indonesia.
Paling tidak terdapat empat bahan refleksi terhadap perjalanan Kurikulum Merdeka, yaitu yang pertama, komunikasi yang efektif, artinya pemerintah perlu melakukan komunikasi yang efektif dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menjelaskan tujuan dan manfaat kurikulum merdeka.
Kedua, evaluasi yang berkala, artinya evaluasi terhadap implementasi kurikulum merdeka perlu dilakukan secara berkala untuk mengidentifikasi kendala dan mencari solusi. Ketiga, pengembangan kapasitas, artinya pemerintah perlu memberikan pelatihan dan dukungan yang berkelanjutan kepada guru dan kepala sekolah dalam menerapkan kurikulum merdeka. Keempat, partisipasi masyarakat, artinya masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendidikan.
Harapan terhadap kurikulum merdeka cukup tinggi, namun diperlukan evaluasi yang berkelanjutan dan pembenahan dalam penerapannya. Dengan demikian, kurikulum ini dapat terus memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan lembaga pendidikan di Indonesia.
Pada akhirnya pergantian menteri tidak seharusnya menjadi alasan untuk mengganti kurikulum yang telah berjalan dengan baik, melainkan menjadi momentum untuk meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan yang ada. Kurikulum merdeka bukan hanya sekadar kebijakan, tetapi merupakan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Semoga kita lebih bijak lagi dalam menyikapi setiap kebijakan yang diterapkan di negara yang kita cintai ini.(*)
Oleh Agus Setiyo, Pemimpin Redaksi publiklampung.com
0 comments:
Post a Comment