Jakarta - publiklampung.com -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyatakan bahwa meskipun Kaesang Pangarep bukan seorang aparatur sipil negara atau penyelenggara negara, ia tetap bisa diselidiki terkait dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi. Nawawi menegaskan bahwa posisi Kaesang sebagai anak Presiden Joko Widodo harus dipertimbangkan dalam konteks penyelenggaraan negara.
"Kaesang harus dilihat dalam hubungannya dengan penyelenggaraan negara, karena ada keluarganya," kata Nawawi usai rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 3 Agustus 2024, seperti dilaporkan oleh Antara.
Kasus ini muncul setelah istri Kaesang, Erina Gudono, memposting video dan foto di Instagram yang menunjukkan mereka menaiki jet pribadi menuju Amerika Serikat, di mana Erina akan mengurus kuliahnya di University of Pennsylvania.
Jet pribadi dengan nomor registrasi N588SE yang digunakan oleh Kaesang dan Erina diketahui milik Sea Limited atau Sea Group, perusahaan berbasis di Singapura yang memiliki beberapa unit bisnis di Indonesia, termasuk Garena dan Shopee.
Berdasarkan Pasal 12B ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi bisa berbentuk uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas, hingga pengobatan gratis. Jika terbukti menerima gratifikasi, ancamannya adalah hukuman penjara 4-20 tahun dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Gratifikasi tidak harus diterima langsung oleh pejabat negara. Jika keluarga atau kerabat menikmati fasilitas tersebut, pejabat negara terkait tetap dapat dijerat hukum karena dalam kasus gratifikasi, yang diutamakan adalah adanya pengaruh pejabat negara dalam menerima pemberian tersebut.
Sebagaimana dilaporkan oleh Koran Tempo edisi 3 September 2024, KPK pernah menggunakan konstruksi hukum serupa saat menjerat Choel Mallarangeng, adik Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng, dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Choel dinyatakan bersalah karena menerima Rp 7 miliar dari beberapa pihak yang terlibat dalam proyek tersebut dan dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara pada 6 Juli 2017.
Kasus serupa juga terjadi pada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang didakwa melakukan pemerasan terhadap pegawai di kementeriannya senilai Rp 44,5 miliar, di mana keluarganya juga terlibat dalam meminta uang tersebut.
0 comments:
Post a Comment