Bandar Lampung - publiklampung.com -- Tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja berkeahlian rendah atau low skill. Bahkan tenaga kerja di Indonesia selama tahun 2018-2021 masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B.Sukamdani, dalam kegiatan Sosialisasi Pemagangan dan Kuliah Umum bersama APINDO dan GAPKI, di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Selasa, 4 Oktober 2022.
Hariyadi mengungkapkan, dari data Bappenas tahun 2018 diketahui pekerja di sektor pertanian dan industri sebagian besar berkeahlian rendah. Dari total pekerja sebanyak 121,02 juta sekitar 99,41 persen pekerja di sektor pertanian adalah berkeahlian rendah, 0,47 persen berkeahlian menengah, dan hanya 0,13 persen berkeahlian tinggi.
Kondisi tersebut tak jauh berbeda di sektor manufaktur, sebanyak 90,45 persen berkeahlian rendah, 6,52 persenberkeahlian menengah, dan 3,03 persen berkeahlian tinggi. Lalu, untuk sektor jasa dan lainnya cenderung membutuhkan keahlian menengah dan tinggi dengan potret sebanyak 14,36 persen berkeahlian tinggi, 52,74 persen berkeahlian menengah, dan 32,90 persen berkeahlian rendah.
“Dalam empat tahun terakhir, proporsi pekerja formal berkisar pada 42 persen atau sekitar 53,09 juta di tahun 2018. Pekerja formal sektor industri cenderung berkeahlian rendah. Rendahnya kualitas pekerja ini salah satunya disebabkan keterbatasan angkatan kerja memperoleh pelatihan,” paparnya dilansir dari laman UGM, Selasa, 4 Oktober 2022.
Didominasi Pekerja Lulusan SD
Hariyadi menyampaikan, tenaga kerja di Indonesia selama tahun 2018-2021 masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah. Masih mendominasinya pekerja dengan pendidikan rendah menandakan kualitas pekerja di Indonesia masih sangat rendah.
Menurutnya, upaya peningkatan keterampilan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Salah satunya dengan membangun lingkungan pengembangan keterampilan yang baik. Beberapa di antaranya seperti pengembangan SKKNI sektor prioritas, pemagangan, pelatihan kejuruan, dan revitalisasi BLK.
Selain itu, skema kebijakan ketenagakerjaan komprehensif untuk pengembangan keterampilan. Tak kalah penting adalah kerja sama industri dengan sekolah kejuruan dan perguruan tinggi. “Karenanya penting dilakukan kerja sama antara UGM dan APINDO ini untuk meningkatkan low skill pekerja ke medium bahkan high skill,”terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, yang diwakili oleh Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, menyampaikan, industri kelapa sawit mempunyai peranan yang strategis terutama sebagai sumber devisa, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan wilayah sehingga perlu terus dijaga kesinambungannya.
Dengan luas dan tersebarnya industri sawit menjadi salah satu tempat belajar bagi mahasiwa maupun lulusan perguruan tinggi untuk untuk lebih memahami kinerja objektif industri sawit dilapangan.
“Dengan peran penting industri sawit dan luasnya penggunaan produk sawit untuk berbagai keperluan, sudah selayaknya UGM sebagai salah satu Perguruan Tinggi tertua dan terbesar di Indonesia memberikan perhatian lebih kepada industri sawit, dalam bentuk pengkajian, penelitian maupun riset-riset karya tulis yang dilakukan oleh mahasiswa maupun staf pengajar,” paparnya.
0 comments:
Post a Comment